OETARJO DIRAN
Ketika menjadi kepala bagian Aerodinamika Teoretis perusahaan Messerscmidt-Boelkow-Blohm, GmbH, Jerman Barat, 1968, ia menangani perancangan profil transonik tanpa gelombang kejut. Atau dikenal juga sebagai profil superkritis. Saat itulah Oetarjo Diran terpesona akan kemampuan komputer.
”Pekerjaan itu tidak mungkin dilakukan dengan tangan dan otak saja,” ujar Diran. Harus dengan komputer. Misalnya, untuk menghitung gaya aerodinamika pesawat terbang secara komplet, yang dulunya tidak pernah dapat dilakukan. Dahulu, perhitungannya cuma bisa secara sepotong-sepotong.
Kegemarannya akan pesawat terbang sudah dimulai sejak ia masih di SD. Gambar-gambar pesawat tempur Jepang dan Amerika ia gunting dan kumpulkan dari koran dan majalah. Di SMA, anak kedelapan dari 12 bersaudara itu suka membuat pesawat layang. Itulah saatnya Diran mempertanyakan soal aerodinamika — pergerakan udara melalui benda-benda.Ia mempelajari komputer pertama kali di Technische Hogeschool di Delft, Negeri Belanda, 1957. Ketika mendalami rekayasa dan aeronautika pada Universitas Purdue, AS, Diran mulai menyadari betapa tidak terelakkannya pemakaian komputer di abad ini. ”Computer is a must (suatu keharusan),” ujar Penasihat Dirut PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio itu. Baginya, komputer telah membuka wawasan baru.
Tetapi yang terpenting, menurut dia, adalah sikap dalam menggunakan komputer. Mengingat dampaknya — kemungkinan timbulnya pengangguran, atau, justru, lapangan baru — diperlukan kehati-hatian. Untuk mengadakan komputerisasi memang diperlukan tenaga berpendidikan tinggi, terutama bidang sains dan teknologi. Yang menjadi soal, menurut dosen ITB dan penasihat Bidang Pendidikan Ditjen Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) itu, adalah dana. Di ITB, katanya, biaya mahasiswa komputer cuma Rp 80.000 per tahun. Bandingkan dengan di Prancis yang Rp 32 juta, Jerman Barat Rp 30 juta, dan Negeri Belanda Rp 18 juta per mahasiswa per tahun. Di Institut Teknologi Massachusetts (MIT), AS, malah mencapai Rp 50 juta.
Lebih senang disebut pemakai ketimbang ahli komputer, Diran memang dari keluarga cendekiawan. Dosen Sesko-AU ini putra Dokter Diran Jayeng Prasena. Ibunya guru. Seorang kakaknya kini Komandan Sesko-AU di Lembang, Bandung. Kakaknya yang lain menjadi Rektor UNS, Surakarta. Ada pula adiknya yang menjadi dokter.
Oetarjo, yang mengaku dipengaruhi Albert Camus dan Einstein, kini ayah seorang anak tunggal.
Profil :
Nama :
OETARJO DIRAN
Lahir :
Ciamis, Jawa Barat, 20 Februari 1934
Agama :
1
Pendidikan :
-SD (1941)
-SMP (1949)
-SMA (1952)
-Technische Hogeschool Delft, Belanda (1952-1958)
-Universitas Purdue, AS (1960-1961)
-Institute for Theoretical Physics, Trieste (1973)
Karir :
-Dosen ITB di Bandung (1959)
-Instruktur, Wing Pendidikan 006, TNI-AU (1959-1965)
-Penasihat Dinas Kelaikan Udara Ditjen Perhubungan Udara (1959-1968) -Penasihat Lembaga Industri Pesawat Terbang Nurtanio (1959- 1976) -Penasihat Departemen Perindustrian (1961-1965)
-Dosen Sesko TNI-AU (1961-1968)
-Sekretaris Bagian Mesin ITB (1962-1963)
-Anggota Persiapan Pendirian Lapan (1963)
-Anggota Pimpinan Lapan (1963-1968)
-Ketua Bagian Mesin ITB (1963-1964)
-Anggota Pimpinan Proyek Roket Ilmiah Militer Awal Lapan/TNI- AU (1963-1965)
-Kepala Seksi Perancangan Aerodinamis Roket Kartika, Proyek PR PRIMA (1963-1965)
-Penasihat Proyek Pembangunan Reaktor Atom Triga Mark Batan (1963-1965)- Ketua Sub-Jurusan Teknologi Penerbangan (1963-sekarang) -Penasihat PT GIA (1963-sekarang)
-Penasihat Bidang Pendidikan Batan (1984-sekarang)
-Anggota Panitia Kerja Tetap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (1984-sekarang) -Anggota Persatuan Insinyur Indonesia
-Anggota Royal Aeronautical Society
-Anggota Himpunan Matematika Indonesia
-Anggota South East Asian Mathematical Society
Alamat Rumah :
Jalan Ir. Juanda 116, Bandung Telp: 81993
Alamat Kantor :
Kampus ITB, Jalan Gasesha 10, Bandung
sumber : http://www.pdat.co.id/ads/html/O/ads,20030623-10,O.html