Beranda > Uncategorized > Seorang Profesor yang Berjiwa Guru

Seorang Profesor yang Berjiwa Guru

Oleh Said D. Jenie *)

Pertama kali saya berkenalan dengan Pak Habibie pada akhir tahun 1973, saat itu saya baru dua bulan lulus sebagai sarjana Teknik Penerbangan ITB. Saya menjemput kedatangan beliau bersama rombongan MBB di Lanud Husein Sastranegara Bandung, bersama rekan saya sesama asisten dosen yaitu Ir. Eddi Susilo dan Ir. Hari Laksono, serta ketua Subjurusan Teknik Penerbangan Ir. Oetarjo Diran dan dekan departemen mesin elektro Prof. Iskandar Alisyahbana.

Kalau tidak salah, saati itu kedatangan Pak Habibie adalah sebagai Direktur Teknologi MBB / Staff ahli Dirut Pertamina dalam masalah high technology. Beliau beserta rombongan datang untuk melaksanakan pembicaraan dengan Lipnur serta memberikan ceramah ilmiah di ITB. Saya beserta kedua rekan saya sangat antusias untuk dapat berkenalan dengan Pak Habibie karena selama ini kami di ITB berulang kali mendengar berita bahwa seorang putra Indonesia menjadi salah satu tokoh penting sebagai ahli konstruksi pesawat terbang di pabrik pesawat terbang MBB, Jerman Barat.

Kesan saya pada pertemuan pertama tersebut, Pak Habibie adalah seorang yang ramah, hangat dan mudah bergaul, dengan humor sense yang cukup menarik. Namun setelah mengikuti pertemuan beliau dengan Dirut Lipnur yang saat itu dijabat oleh Letkol Ir. Yuwono, serta ceramah ilmiah beliau di ITB, kekaguman saya terhadap beliau semakin bertambah. Saya sangat terkesan dengan kemampuan beliau mengutarakan rencana-rencana pembangunan industri penerbangan di Indonesia dengan visi jauh ke depan saat beliau berunding di Lipnur dan juga kemampuan beliau dalam mengutarakan masalah ilmiah yang berkaitan dengan teknologi rancang bangun konstruksi pesawat terbang saat beliau ceramah di ITB.

Dapatkan kita bayangkan saat itu Pak Habibie baru berusia 37 tahun, datang memimpin rombongan bule-bule ahli pesawat terbang Jerman dan melakukan pembicaraan di Lipnur, suatu industri persiapan dari TNI-AU, dan memberikan ceramah di depan senat guru besar ITB, yang anggotanya rata-rata berusia di atas lima puluh tahun. Sesuatu yang tidak pernah saya lihat untuk kedua kalinya selama hampir seperempat abad terakhir ini.

Sejak pertengahan tahun 1982, sekembalinya saya dari studi S3 di luar negeri, saya bekerja di IPTN suatu industri pesawat terbang yang didirikan sejak th 1976 sebagai salah satu hasil dari realisasi visi Pak Habibie. Teringat nasihat pertama yang diberikan oleh Pak Habibie kepada saya saat saya menerima tugas untuk membentuk sekaligus memimpin tim Flight Test dalam rangka penyelesaian program CN-235 : “Pak Said, meskipun kamu telah lulus S3, namun untuk menjadi seorang insinyur yang profesional kamu harus terjun langsung menangani masalah-masalah riil dalam bidangmu. Dan ini hanya mungkin dilakukan di industri yang benar-benar mempunyai program yang riil. Dalam hal flight tesing kamu baru bisa disebut profesional bila telah menyelesaikan sedikitnya tujuh program develompent certification flight testing”.

Pak Habibie adalah seorang yang sangat konsisten dan konsekuen dalam memberikan nasehat dan pengarahan dalam arti, agar nasihat dan pengrahan dapat terlaksana dengan baik disediakan waktu-waktu khusus untuk bertemu dan berdiskusi dengan beliau. Di samping itu, kita diberi pula kesempatan untuk merancang dan memadukan peralatan-peralatan yang memadai dengan state of the art cukup canggih berupa perangkat lunak maupun keras, yang mendukung keberhasilan pekerjaan kita.

Selama empat belas tahun saya berkarya di IPTN, terhimpun suatu kesan khusus tentang figur Pak Habibie ini, sebagai seorang professor. Beliau selalu memberikan kesempatan bagi para karyawannya di semua bidang teknik untuk berdiskusi secara terbuka bersama beliau, mengenai semua masalah, baik dari segi engineering, production, marketing maupun ekonomi. Dan yang menarik adalah bahwa hal ini dilaksanakan secara berkala langsung di lapangan mulai dari masa design awal, masa produksi dan integrasi sampai dengan masa uji terbang dan sertifikasi. Terkadang diskusi ini sampai detail dan melibatkan prinsip-prinsip dasar fisika maupun matematika. Teringat saya pada suatu saat, di masa detail design N-250 Pak Habibie bersama saya dan 45 rekan insinyur lainnya berdiskusi dari jam 9.00 pagi sampai dengan jam 8.30 malam !

Inilag beberapa kiat Pak Habibie yang selalu diingatkan kepada seluruh murid-murid beliau termasuk saya, dalam menjalankan program-program di IPTN :

(1) Percaya baik, namun periksa lebih baik.

Beliau selalu mengatakan dalam bahasa inggris “Trust is good but check is better”. Kiat ini menyiratkan kita untuk saling percaya dan menghargai bagian maupun disiplin keilmuan masing-masing namun harus selalu melakukan pemeriksaan silang antar disiplin-disiplin keilmuan tersebut agar dicapai hasil yang betul-betul teruji dan berimbang, atau dalam bahasa engineering design tercapai kondisi check and balance.

(2) Inti suatu permasalahan terletak pada rinciannya.

Beliau selalu mengatakannya dalam bahasa Inggris, “The devil is in the details”. Kiat ini menyiratkan kita gar dalam memeriksa sebab musabab permasalah teknis, selalu harus dikaji sampai kepada rincian terdalam dari permasalahan tersebut. Begitu pula dalam faktor ekonomisnya suatu rancang bangun, kita harus menelaah masalah mikro-ekonomi lebih dalam dan bukan hanya mengembang pada faktor makro ekonominya saja. Pesawat terbang seperti juga sistem tata ekonomi makro, merupakan produk dari harmonisasi serta koordinasi kerja dari ribuan elemen-elemen yang membangun produk tersebut. Jika salah satu elemen tersebut tidak beres kerjanya, walau sekecil apapun elemen tersebut pasti akan mempengaruhi kinerja dari produk pesawat terbang tersebut; demikian beliau selalu mengingatkan kita.

(3) Angka bisa dipermainkan, namun kita tidak bisa mengingkari hukum alam.

Beliau juga selalu mengatakan kiat ini dalam bahasa Inggris : “You can manipulate number but you can not fool the law of physics”. Kiat ini selalu diingatkan oleh Prof Habibie kepada kita, teurtama dalam masa-masa desain awal pesawat N-250. Sebagai contoh, ukuran serta bentuk pesawat yang indah, belum tentu memenuhi hukum-hukum aerodinamika dalam menghasilkan karakteristik terbang yang kita inginkan. Kiat ini juga berlaku untuk sistem sosio-ekonomi; demikian beliau suatu kali menekankan. Karena sistem ini pada akar permasalahannya yang paling dalam juga berpijak kepada masalah kekekalan energi, seperti halnya dengan sistem-sisten alam lainnya.

(4) Telitilah sampai jauh di luar batas kemampuan sistem yang kamu kaji tersebut.

Beliau juga sering mengatakannya dalam bahasa Inggris “Go Beyond the limit of the system you are investigating, until you reach negative result in order to obtain better understanding of the limitation of the systems”. Pada dasarnya, kiat ini menjelaskan kepada kita untuk tidak selalu berhenti melaksanakan pengkajian suatu sistem pada batas kemampuan sistem tersebut, namun harus terus menerobos ke daerah di luar daerah kemampuan sistem tersebut. Sebab hanya dengan cara inilah kita mengetahui dengan sebenarnya batas dari kemampuan sistem yang kita teliti.

Kiat-kiat di atas saya jadikan acuan yang sangat bermanfaat. Sebagai staf pengajar di Teknik Penerbangan ITB, kiat-kiat tersebut saya tularkan kepada mahasiswa saya baik dalam kuliah, memberi tugas praktikum penelitian maupun tugas akhir kesarjanaan. Terbuktu kiat tersebut mempunyai dampak positif dalam peningkatan sumber daya manusia yang saya bina baik yang ada di iptn maupun yang di ITB.

Prof Habibie seorang insinyur besar dengan wawasan jauh pada struktur pesawat terbang hanyalah sebagian kecil saja dari prestasi ilmiah beliau sebagai seorang insinyur profesional. Namun yang membuat saya sangat kagum terhadap Pak Habibie adalah kemampuan beliau dalam mencetuskan suatu ide besar sekaligus merancang program implementasi dari ide tersebut dengan skala global yang melibatkan hampir semua disiplin ilmu. Pembangkitan serta pembangunan masyarakat teknologi canggih dari masyarakat yang berbasis agraris dan lingkungan yang tidak kondusif adalah contoh paling utama dari keberanian ide Pak Habibie sebagai seorang insinyur besar.

Dalam hampir dua dasawarsa terakhir ini telah banyak cendekiawan yang mencoba menebak peran Pak Habibie dengan cara membanding-bandingkan Pak Habibie dengan tokoh-tokoh teknolog terkenal, namun menurut pendapat saya pembandingan ini tidak selalui tepat dan kurang sesuai.

Membandingkan Pak Habibie dengan designer pesaawat sangat terkenal Alexander Lippisch tidak tepat, karena Pak Habibie bukan sekedar perancang pesawat. Membandingkan Habibie dengan Anthony Fokker atau Willy Messerchmitt, juga kurang tepat karena Habibie bukanlah sekedar sorang perancang dan industrialis pesawat terbang dan Theodore von Karman sebagai inspirator masyarakat teknologi canggih.

Beliau adalah inspirator, promotor, dan transformator utama dari pembangunan masyarakat berbasis teknologi canggih dari masyarakat dengan basis pikiran agraris. Ini merupakan suatu pekerjaan sangat sulit, penuh tantangan dan penuh tentangan namun suatu perjuangan orang luhur dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, meniadakan kebodohan dan mengentaskan kemiskinan.

Kesan lain yang saya amati adalah strategi dan taktik yang diambil oleh Pak Habibie dalam menjalankan perjuangan luhur di atas. Banyak sudah cendekiawan mencoba menerka strategi dan taktik apa yang akan ditempuh Pak Habibie tetapi selalu meleset. Yang jelas adalah bahwa beliau tidak pernah mengatakan strategi atau taktik yang akan beliau ambil kepada orang lain. Menurut pendapat saya, kita hanya mampu merekonstruksikan strategi dan taktik Habibie, dengan jalan menengok kembali ke belakang (back tracking) untuk mengerti apa yang telah ditempuh dan dilaksanakan oleh beliau dalam melaksanakan suatu program.

Saya kira hanya dengan jalan inilah kita dapat mempelajari strategi dan taktik insinyur jenius itu. Jika hal ini kita lakukan barulah kita sadar bahwa terdapat suatu pola grand design dalam strategi dan taktik yang diambil Pak Habibie. Selebihnya dari itu kita akan sadar pula bahwa taktik yang ditempuh Pak Habibie adalah sangat inkonvensional tapi jitu dan orisinil. (1996)

Prof. Ir. Said Djauharsjah Jenie, ScD, Almarhum, adalah mantan guru besar Teknik Penerbangan ITB, mantan Kepala BPPT, wafat pada tahun 2009.

Kategori:Uncategorized
  1. tika
    31 Mei 2010 pukul 21:34

    assalamualaikum pak ichsan,
    saya jadi ngiri sama angkatan PN yang terdahulu, kayanya kualitas lulusannya lebih tinggi, karena keliatannya ngga gampang dapet nilai A. trus juga hubungan antara dosen-mahasiswa lebih deket karna peserta kuliah sedikit. hehe, just an opinion..

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke tika Batalkan balasan